Proses Pembentukan Awan

PROSES PEMBENTUKAN AWAN

Awan dapat terbentuk jika terjadi kondensasi uap air di atas permukaan bumi. Udara yang mengalami kenaikan akan mengembang secara adiabatik karena tekanan udara di atas lebih kecil daripada tekanan di bawah. Partikel-partikel yang disebut dengan aerosol inilah yang berfungsi sebagai perangkap air dan selanjutnya akan membentuk titik-titik air. Selanjutnya aerosol ini terangkat ke atmosfer, dan bila sejumlah besar udara terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, maka ia akan mengalami pendinginan dan selanjutnya mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang mengembun inilah yang terlihat sebagai awan. Makin banyak udara yang mengembun, makin besar awan yang terbentuk. 

Karakteristik dari arus udara vertikal akan menentukan jenis dan bentuk awa. Berdasarkan sebab-sebab kenaikan udara, maka awan dapat diklasifikasikan menurut ketinggian dasar awan dan metode formasinya: (sumber : Meteorologi Indonesia Vol 1)

 1. PROSES PEMBENTUKAN AWAN
A. Evaporasi
Secara umum, energi dari penyinaran matahari yang sampai di permukaan bumi akan diserap oleh laut, sungai, danau dan tumbuhan, sehingga menyebabkan terjadinya penguapan di permukaan bumi. Uap air yang naik ke udara atau atmosfer semakin lama semakin tinggi karena tekanan udara di dekat permukaan bumi lebih besar dibandingkan di atmosfer bagian atas. Semakin ke atas, suhu atmosfer juga semakin dingin, maka uap air mengembun pada debu-debu atmosfer membentuk titik air yang sangat halus berukuran 2 - 100 mm (1 mm = 1 / 1.000.000 meter). Miliaran titik-titik air tersebut kemudian berkumpul membentuk awan.

Udara di sekeliling kita banyak mengandung uap air. Tidak terhitung banyaknya gelembung udara yang terbentuk oleh busa laut secara terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air terangkat ke langit. Partikel-partikel yang disebut dengan aerosol inilah yang berfungsi sebagai perangkap air dan selanjutnya akan membentuk titik-titik air. Selanjutnya aerosol ini naik ke atmosfer, dan bila sejumlah besar udara terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, maka ia akan mengalami pendinginan dan selanjutnya mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang mengembun inilah yang terlihat sebagai awan.
Makin banyak udara yang mengembun, makin besar awan yang terbentuk.

B. Kondensasi
Proses kondensasi dan pembentukan awan di daerah tropis dan di daerah lintang menengah dan tinggi mempunyai perbedaan yang menyolok. Di daerah tropis umumnya proses kondensasi dan pembentukan awan dapat terjadi pada suhu tinggi (>0°C) melalui pengangkatan udara atau konveksi yang diakibatkan oleh pemanasan yang kuat. Sedang di daerah lintang menengah dan tinggi proses yang terjadi umumnya karena adanya front yaitu pertemuan massa udara panas dan massa udara dingin. Cuaca di daerah tropis ditandai dengan perubahan yang
cepat dan mendadak, hal ini disebabkan oleh berbagai hal seperti adanya garis ekuator dimana gaya coriolli mendekati nol, adanya ITCZ, ridge dan through, awan-awan konvektif, sel hadley dan sirkulasi walker.

        Dalam atmosfer tetes awan terbentuk pada aerosol yang berfungsi sebagai inti kondensasi atau inti pengembunan. Inti kondensasi adalah partikel padat atau cair yang dapat berupa debu, asap, belerang dioksida, garam laut (NaCl) atau benda mikroskopik lainnya yang bersifat higroskopis, dengan ukuran 0,001 – 10 mikrometer. Kecepatan pembentukan tetes tersebut ditentukan oleh banyaknya inti kondensasi. Proses dimana tetes air dari fasa uap terbentuk pada inti kondensasi disebut pengintian heterogen. Adapun pembentukan tetes air dari fasa uap dalam suatu lingkungan murni yang memerlukan kondisi sangat jenuh (supersaturation) disebut pengintian homogen. Pengintian homogen yaitu pembekuan pada air murni hanya akan terjadi pada suhu dibawah -40°C. Akan tetapi dengan keberadaan aerosol sebagai inti kondensasi maka pembekuan dapat terjadi pada suhu hanya beberapa derajat dibawah 0° C.

Apabila udara basah didinginkan hingga dibawah suhu titik embunnya, maka akan terjadi kondensasi pada inti-inti kondensasi yang terdapat di udara. Inti kondensasi tersebut ada yang memiliki daya serap kuat terhadap air, yang disebut dengan inti higroskopis, misalnya : partikel-partikel garam laut. Pada inti higroskopis, kondensasi dapat terjadi pada kelembaban kurang dari 100%.

       Secara singkat proses kondensasi dalam pembentukan awan adalah sebagai berikut:
Udara yang bergerak ke atas akan mengalami pendinginan secara adiabatik sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, tetapi sebelum RH mencapai 100 %, yaitu sekitar 78 % kondensasi telah dimulai pada inti kondensasi yang lebih besar dan aktif. Perubahan RH terjadi karena adanya penambahan uap air oleh penguapan atau penurunan tekanan uap jenuh melalui pendinginan.
Tetes air kemudian mulai tumbuh menjadi tetes awan pada saat RH mendekati 100 %. Karena uap air telah digunakan oleh inti-inti yang lebih besar dan inti
yang lebih kecil kurang aktif tidak berperan maka volume tetes awan yang terbentuk jauh lebih kecil dari jumlah inti kondensasi.

      Tetes awan yang terbentuk umumnya mempunyai jari-jari 5 – 20 mm. Tetes dengan ukuran ini akan jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5 cm/s sedang kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih besar sehingga tetes awan tersebut tidak akan jatuh ke bumi. Bahkan jika kelembaban udara kurang dari 90 % maka tetes tersebut akan menguap. Untuk dapat jatuh ke bumi tanpa menguap maka diperlukan suatu tetes yang lebih besar yaitu sekitar 1 mm (1000 mikrometer), karena hanya dengan ukuran demikian tetes tersebut dapat mengalahkan gerakan udara ke atas (Neiburger, et. al., 1995).
Jadi perbedaan antara tetes awan dan tetes hujan adalah pada ukurannya. Jika sebuah awan tumbuh secara kontinu, maka puncak awan akan melewati isoterm 0°C. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih berbentuk cair dan sebagian lagi berbentuk padat atau kristal-kristal es jika terdapat inti pembekuan. Jika tidak terdapat inti pembekuan, maka tetes-tetes awan tetap berbentuk cair hingga mencapai suhu -40°C bahkan lebih rendah lagi.

C. Pembekuan dan Deposisi
Tetes air di udara yang mengalami pendinginan dibawah 00C, belum tentu menjadi beku dan disebut sebagai air super-dingin. Tetes-tetes awan umumnya terjadi dalam keadaan super dingin pada suhu sekitar -2000 C. Namun demikian, apabila tetes-tetes super dingin tersebut tersentuh oleh benda padat atau partikel lain yang ada di udara, maka akan segera membeku. Pada proses pembekuan yang terjadi di dalam atmosfer ini, terdapat inti-inti tertentu yang disebut sebagai inti-bekuan.
Proses dimana uap air langsung membeku tanpa melalui proses mencair terlebih dahulu disebut dengan deposisi. Inti bekuan, umumnya digunakan dalam istilah meteorologi untuk inti-inti yang menyebabkan pembentukan es. Pembentukan es ini asalnya terdapat pada selapis tipis air pada permukaan inti bekuan, kemudian baru membeku. Karena sangat tipisnya lapisan air tersebut,
sehingga sukar untuk menandai adanya tetes air. Inti-inti bekuan yang terjadi tersebut disebut juga dengan inti-inti es.

Adanya inti-inti bekuan di atmosfer kemungkinan berasal dari partikel-partikel tanah/debu tertentu yang tertiup angin kemudian melayang di udara. Karena adanya turbulensi, memungkinkan inti-inti tersebut melayang sampai ketinggian yang cukup tinggi.
                 

2. PENYEBAB UMUM PEMBENTUKAN AWAN
Kebanyak awan terbentuk apabila udara basah bergerak vertikal ke atas dan kemudian mengalami pendinginan karena udara mengembang yang selanjutnya sebagian uap air berkondensasi dan membentuk awan. Beberapa gerakan vertikal yang menyebabkan pembentukan awan adalah :
a. Pembentukan karena Tubulensi Mekanis
Arus udara di permukaan bumi umumnya mengalami perubahan bentuk karena pengaruh gaya hambat yang mengakibatkan terbentuknya serangkaian olakan-olakan angin (eddy). Gerak turbulensi ini terbentuk karena arus udara melalui bangunan-bangunan, pepohonan, bukit-bukit dan lain sebagainya.

             Jika pada mulanya lapisan udara dalam keadaan stabil, kemudian mengalami percampuran, maka lapisan udara bagian atas akan mengalami pendinginan, sedangkan bagian bawahnya akan mengalami pemanasan. Sebagai akibatnya, maka akan terbentuk lapse rate adiabatis kering, selama udara masih belum jenuh. Uap air yang terbawa dalam proses percampuran tersebut, pada suatu ketinggian dibawah puncak lapisan hambat kemungkinan akan menjadi jenuh dan terjadi kondensasi. Ketinggian dimana mulai terjadi kondensasi pada
proses tersebut disebut dengan ketinggian kondensasi campuran (mixing condensation level disingkat MCL), yang merupakan dasar dari awan yang terbentuk.

Awan yang terbentuk melalui proses ini adalah awan-awan merata (stratus) dan merupakan lembaran awan yang tidak memiliki bentuk tertentu. Awan turbulensi juga bisa terbentuk dibawah dasar awan-awan hujan seperti Nimbostratus (Ns), Altostratus (As) dan Cumolonimbus (Cb).

b. pembentukan konvektif termal
Apabila udara mengalami pemanasan dekat permukaan bumi, maka berkembanglah arus konveksi. Bersamaan dengan turbulensi mekanis akan mengakibatkan percampuran udara pada lapisan bawah atmosfer.
Awan yang terbentuk melalui proses ini adalah awan-awan rendah jenis Cumulus (Cu). Ketebalan awan konvektif (dari dasar awan sampai puncak awan) berkisar dari satu atau dua kilometer sampai mencapai sepuluh kilometer atau lebih. Cumulus-Cumulus kecil yang terpisah-pisah dan dalam perkembangannya tidak memungkinkan untuk terjadinya hujan, disebut awan Cumulus cuaca-cerah.
Sumber : Soejitno (1973), Meteorologi Umum hal.106

Kadang-kadang perkembangan vertikal dari awan Cu ini terhalang oleh adanya lapisan inversi, sehingga puncak awan kemudian terpencar horizontal dibawah lapisan inversi tersebut yang kemudian berkembang menjadi awan Stratocumulus (Sc).

Puncak awan konvektif bisa mencapai ketinggian dimana kristal-kristal es mulai terbentuk dan disebut sebagai awan Cumolonimbus (Cb) yang biasanya disertai dengan badai guntur. Awan Cb ini kadang-kadang memiliki tinggi dasar awan kurang dari satu kilometer dengan puncak awan lebih dari sepuluh kilometer.

Bentuk pucak awan Cb sering tampak seperti landasan, hal ini disebabkan karena puncak awan ini terhalang oleh lapisan udara yang stabil atau lapisan inversi di atasnya, sehingga puncaknya kemudian terpencar horizontal.

Dalam keadaan labilitas yang kuat, jumlah energi yang maha besar akan timbul dari terlepasnya panas latent. Arus udara ke atas mencapai lebih dari sepuluh kilometer per detik yang dapat menahan jatuhnya tetes-tetes air kebawah. Jika dalam keadaan ini arus udara yang naik terganggu dan menjadi lemah, maka terjadilah hujan lebat disertai badai guntur.

c. Pembentukan Awan karena Orografi
Jika pada suatu saat arus udara mencapai kaki gunung atau barisan pegunungan, maka udara dipaksa naik melalui lereng-lereng pegunungan tersebut. Hal ini terjadi baik bagi udara dekat permukaan tanah maupun udara di atasnya.

Pengaruh dari naiknya arus udara tersebut dapat mencapai kedalam lapisan atmosfer yang tinggi, sehingga dapat merubah keadaan suhu dalam lapisan tersebut. Udara yang telah dipaksa naik akan mengalami pendinginan adiabatis yang selanjutnya memungkinkan terbentuknya awan. Tidak semua arus udara yang naik ke atas pegunungan akan membentuk awan, seperti pada udara yang tidak cukup basah.

Jenis awan yang terbentuk dari proses ini tergantung dari beberapa faktor, diantaranya keadaan stabilitas udara. Dalam udara basah yang stabil, biasanya terbentuk awan Stratus (St) dan jika udara basah labil, maka akan terbentuk awan Cumulus(Cu) atau Cumolonimbus(Cb).
Di wilayah balik pegunungan, arus udara yang semula naik akan bergerak turun dan udara akan mengalami pemanasan yang mengakibatkan menghilangnya awan dengan cepat.
Sumber : Soejitno (1973), Meteorologi Umum hal.103

         Awan orografi ini umumnya terbentuk terus menerus pada daerah lereng dimana angin datang, sedangkan dibalik pegunungan udara akan cerah.
Awan-awan orografi tampak seperti tidak bergerak (stasioner), meski sebenarnya arus udara berlangsung terus. Dalam hal ini kadang-kadang awan terbentuk tinggi di atas gunung atau bukit, dimana terdapat lapisan udara yang hampir jenuh di atas gunung tersebut, sehingga bentuk awan ini seperti topi bagi gunung tersebut. Awan semacam ini apabila dilihat dari bawah akan tampak seperti lensa, sehingga disebut awan lensa (lenticular cloud).

d. Pembentukan Awan karena Kenaikan Lambat dan Luas
Pembentukan awan yang telah diuraikan sebelumnya, umumnya terjadi di atas daerah yang luasnya hanya meliputi beberapa kilometer. Selain itu, awan juga terjadi oleh gerakan udara vertikal pada suatu daerah yang luas karena pengaruh suatu sistem arus udara yang sangat luas. Sistem tersebut adalah sistem tekanan rendah (depresi) dan sistem tekanan tinggi (antisiklon).

          Arus udara vertikal ke bawah terjadi di atas daerah antisiklon yang disebut subsidensi dan disertai oleh konvergensi di bagian atas serta divergensi di bagian bawah. Proses sebaliknya terjadi di atas daerah depresi yang disertai divergensi di bagian atas dan konvergensi di bagian bawah akan mengakibatkan adanya arus udara vertikal naik. Arus udara naik di atas daerah depresi ini terjadi pada daerah yang sangat luas, sehingga kecepatan udara naik ini relatif kecil. Namun demikian, arus udara naik ini dapat berlangsung lama (beberapa hari) sehingga mengakibatkan naiknya massa udara dalam jumlah yang besar di atas wilayah yang luas (beberapa kilometer).
 
Prinsip kerja termos air panas
Menurut Teori Pertukaran dari Henry Prevost Babbage (1824 – 1918) bahwa benda yang lebih dingin selalu menyerap gelombang panas dari benda yang lain sampai keduanya mempunyai temperatur yang sama. Didasarkan pada teori ini maka teh yang panas ataupun dingin dalam termos akan kehilangan panas atau menyerap panas dari tempatnya. Namun, termos sudah didesain agar bisa menghambat ketiga cara panasberpindah: konduksikonveksi, dan radiasi.

Lalu Bagaimana Prinsip Kerja Termos?
Prinsip kerja termos itu sederhana. Termos menggunakan bahan yang bersifat adiabatik. Bahan adiabatik secara ideal menghambat atau tidak memungkinkan terjadinya interaksi, antara sistem dengan lingkungan.

Kalau tidak ada interaksi antara sistem dan lingkungan, maka tidak ada perpindahan kalor antara sistem dalam termos dengan lingkungannya. Akibatnya tidak terjadi pertukaran temperatur.
Dengan menggunakan bahan adiabatik ini termos mampu mempertahankan suhu air yang berada di dalamnya. Air panas yang udah masuk termos tidak cepat dingin.

   Pada tahun 1902, ketika James Dewar ingin memberikan susu pada anaknya. Ia mengalami suatu problematika dimana susu hangat yang beliau simpan, cepat sekali mengalami penurunan suhu. Beliau berpikir mengenai suatu alat yang dapat digunakan untuk mempertahankan suhu hangat dalam suatu minuman tanpa melibatkan suatu energi apapun. Baik panas maupun listrik.


Akhirnya beliau berhasil menciptakan sebuah wadah yang bernama “Bejana Dewar”. Sebuah wadah cikal bakal termos.
Skema Desain Termos
Bagaimana beliau membuatnya adalah dengan menciptakan botol vacuum. Termos terdidi dari dua lapisan. Lapisan dalam dan lapisan luar. Lapisan dalam dilapisi dengan material perak atau kaca agar dapat mempertahankan panas. Itulah sebabnya mengapa sewaktu kalian melihat bagian dalam termos akan terlihat material berkilau seperti kaca.

Antara lapisan dalam dan lapisan luar, terdapat sebuah ruangan kosong dan dalam kondisi vacuum. Yaitu kondisi dimana udara tidak dapat masuk dan keluar. Akibat dari adanya ruangan hampa seperti inilah yang dapat mencegah dan mengurangi perambatan kalor/suhu panas dari air keluar dinding. Sehingga kondisi suhu pada air dapat dipertahankan selama beberapa hari.

Dengan kata lain radiasi panas yang dipancarkan oleh air dapat dicegah. Itulah sebabnya mengapa jika kalian menyentuh dinding termos yang berisi air panas tidak terasa panas. Berbeda jika halnya ketika kalian menyentuh dinding gelas yang berisi air panas akan terasa panas.


Description: Proses Pembentukan Awan Rating: 5 Reviewer: Unknown - ItemReviewed: Proses Pembentukan Awan

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More