Adab Berpakaian
اَلْحَمْدُللهِ الَذِ
يْ كَسَانِيْ هذَاالثَّوْبَ وَرَزَقَنِيْ مِنْ غَيْرِحَوْلٍــ
مِنِّيْ وَلاَقُوَّةٍ
Artinya
:
“Segala puji bagi Allah yang telah
memberi pakaian dan rezeki kepadaku tanpa jerih payahku dan kekuatanku”
1. Tidak dibolehkan memakai sutera dan emas bagi
kaum lelaki berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil kain sutera dan memegangnya
dengan tangan kanannya sedangkan emas dipegang dengan tangan kirinya kemudian
bersabda:
إِنَّ هذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُوْرِ أَمَّتِيْ.
“Sesungguhnya keduanya haram atas kaum lelaki dari
ummatku.” [HR. Abu Dawud no. 4057 diriwayatkan pula dengan sanad hasan oleh
an-Nasa-i VIII/160 dan Ibnu Hibban no. 1465]2. Tidak dibolehkan bagi laki-laki
memanjangkan pakaian atau celana panjang, burnus (sejenis mantel yang bertudung
kepala) atau jubah sampai melebihi mata kaki. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ
فَفِي النَّارِ.
“Kain yang dibawah mata kaki maka tempatnya di
Neraka.” [HR. Al-Bukhari no. 5787 dan an-Nasa-i VIII/207 no. 5331]
3. Diwajibkan bagi wanita muslimah untuk
memanjangkan pakaiannya hingga dapat menutupi kedua mata kakinya dan hendaknya
menjulurkan kain kerudung jilbab pada kepalanya hingga menutupi leher dan
dadanya, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمً
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzaab/33: 59]
Dan firman Allah Azza wa Jalla:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي
الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ
عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا
يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ
الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah
mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah
menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam,
atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. [An-Nuur/24: 31]
4. Seorang muslim tidak dibenarkan menutup kain ke
seluruh tubuhnya dan tidak menyisakan tempat keluar untuk kedua tangannya
karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal ini dan tidak
boleh berjalan dengan satu sandal, hal ini karena Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَمْشِ أَحَدُكُمْ فِيْ نَعْلٍ وَاحِدَةٍ
لِيُنْعِلْهُمَا جَمِيْعًا أَوْ لِيَخْلَعْهُمَا جَمِيْعًا.
“Janganlah salah seorang di antara kalian berjalan
dengan satu sandal saja namun hendaknya memakai keduanya atau melepaskannya
sama sekali.” [HR. Al-Bukhari no. 5856 dan Muslim no. 2097 (68)]
5. Laki-laki muslim tidak boleh menggunakan busana
muslimah dan wanita muslimah tidak boleh menggunakan busana laki-laki. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَعَنَ اللهُ الْمُخَنَّثِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ
وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ.
“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita
dan wanita-wanita yang menyerupai laki-laki.”[1]
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
lainnya:
لَعَنَ اللهُ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ
الْمَرْأَةِ وَ الْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ.
“Allah melaknat laki-laki yang mengenakan busana
wanita dan wanita yang menggunakan busana laki-laki.”[2]
6. Bagi seorang muslim, jika hendak mengenakan
sandal maka haruslah memulai dengan kaki kanan dan jika hendak melepaskan
memulai dengan kaki kiri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِاليُمْنَى
وَإِذَا خَلَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ.
“Apabila salah seorang di antara kamu memakai
sandal (sepatu), maka mulailah dengan yang kanan dan apabila melepasnya
mulailah dengan yang kiri.” [HR. Al-Bukhari no. 5855 dan Muslim no. 2097]
7. Hendaknya memulai memakai baju dari bagian kanan
sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ
كُلِّهِ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai
mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam
semua urusannya.” [HR. Al-Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268 (67)]
8. Hendaknya ketika memakai baju baru, sorban
(kopiah atau peci) baru, dan jenis pakaian lainnya yang baru untuk mengucapkan
do’a:
اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيْهِ
أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ
وَشَرِّ ماَ صُنِعَ لَهُ.
“Ya Allah, hanya bagimu segala pujian, Engkaulah
yang telah memberikanku pakaian, aku memohon kepada-Mu untuk memperoleh
kebaikannya dan kebaikan dari tujuan dibuatnya pakaian ini. Aku berlindung
kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan dari tujuan dibuatnya pakaian ini.”[3][Disalin
dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman
as-Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan,
Penerjemah Zaki Rahmawan, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua
Shafar 1427H – Maret 2006M
Adab berhias
اَللَّـهُمَّ
جَمِّلْنِيْ بِالْعِلْمِ وَالتَّقْوَى وَزَيِّنِيْ بِالْحِلْمِ وَاْلاَخْلاَقِ
اْلكَرِيْمَةِ.
Artinya :
“Ya Allah, percantiklah aku
dengan ilmu dan takwa, dan hiasilah aku dengan hati yang lembut dan budi
pekerti mulia”
BERHIAS/berdandan
atau merapikan diri, menurut pandangan Islam adalah suatu kebaikan dan sunnah
jika dilakukan, sepanjang untuk tujuan
ibadah atau kebaikan. Allah swt. pun telah memperbolehkan hamba-Nya
untuk memakai perhiasan yang baik-baik, terutama ketika menghasap-Nya
(beribadah).
Lalu
bagaimana sih cara berhias dan tata caranya? Nah di sini akan dirincikan
mengenai itu semua sehingga kita mengetahui apa yang di anjurkan oleh Islam
sendiri.
Nabi
saw bersabda : ” Sesungguhnya Allah itu indah lagi menyukai keindahan,” (HR.
Muslim).
Berhias
tidak hanya sebatas meakai perhiasa akan tetapi juga termasuk berpakaian dan
wewangian.
Allah
SWT. Berfirman: ” Katakanlah, semua itu (di sediakan) bagi orang -orang beriman
dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah
kami menjelaskan itu bagi orang-orang yang mengetahui,” (Q.S Al-A’raf : 32).
Itulah
yang menjadi landasan buat kita agar kita memakai perhiasan yang baik-baik.
Berhias
Menurut Ajaran Islam
Berhias
merupakan sunah alamiah manusia. Sebagaimana hadist yag di riwayatkan dari
Aisyah Radhiyallahu Anha, Rosulullah saw. Telah bersabda: “Sepuluh hal yang
termasuk fitrah : mencukur kumis, memotong kuku, menyela-nyela jari jemari,
memanjangkan jengot, siwak, istinsyaq, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut
kemaluan, dan intiqashul maa’.” Mush’ab bin Syaibah mengatakan : “Aku lupa yang
ke sepuluh, melainkan Berkumur.”
Adapun
Tata Cara Berhias Adalah Sebagai Berikut :
Laporkan
iklan?
Tidak
memakai perhiasan secara berlebihan.
Untuk
perempuan yang sedang berkabung, Tidak boleh memakai perhiasan.
Jangan
memakai perhiasan yang di larang, Seperti wewangian yang mengandung
Alkohol,Khusus laki-laki tidak boleh memakai Emas dan Sutra.
Jangan
berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliah, Yaitu mengunakan perhiasan
untuk menimbulkan Fitnah.
Anjuran
untuk memotong kuku, memendekan kumis, menyisir rambut, dan merapikan jenggot.
Jangan
mencukur Botak sebagian kepada.
Di
perbolehkan memakai pakaian Sutra bagi kaum wanita.
Jangan
membuat Tato, mencukur kumis dan merenggangkan Gigi.
Larangan
menjulurkan pakaian.
Larangan
berhias diri dengan mengubah wujud aslinya seperti mengeriting rambut dan
muncukur alis mata secara Permanen. [islampos/berbagaisumber]
Adab Berpergian
لبِسْـــمِ اللهِ
تَوَكَّلْتُ عَلَ اللهِ لاَحَوْلَــ وَلاَقُوَةَاِلاَّبِاللهِ
Artinya :
“Dengan nama Allah aku berserah diri kepada Allah,tidak ada daya
dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”
TAK selamanya seseorang berdiam diri di rumah. Pasti
ada saatnya seseorang keluar dari rumahnya untuk melakukan aktivitas di luar.
Apalagi jika telah tiba hari libur. Tak sedikit orang yang menghabiskan
waktunya untuk sekedar bepergian ke suatu daerah tertentu, yang jaraknya tidak
begitu dekat dengan rumah.
Ketika akan bepergian, maka perhatikanlah 15 adab
berikut ini.
1. Bagi yang ingin bepergian hendaknya mengembalikan
hak-hak orang lain atau meminta izin mereka, meminta maaf kepada orang yang
telah ia aniaya atau dengan orang yang pernah berselisih dengannya, karena
orang yang akan bepergian tidak tahu apakah dia akan kembali lagi atau tidak.
2. Berniat untuk bepergian dengan niat yang baik.
3. Memilih teman yang baik dalam bepergian.
4. Hendaknya memulai perjalanan pada siang hari.
5. Disunnahkan meminta izin kepada keluarga dan
handai taulannya.
6. Mempersiapkan bekal untuk perjalannya, dan
mempersiapkan bekal kepada keluarga yang akan ditinggalkan.
7. Hendaklah membaca doa, “Subhanalladzi sakhara
lanaa haadza wamaa kunna lahu muqriniin.” (Maha suci Allah yang telah
menundukkan semua ini untuk kita sekalian, dan sebelumnya kita tidak dapat
menundukannya).
8. Bagi yang musafir (bepergian) hendaknya selalu
bertakwa kepada Allah SWT.
9. Memperbanya doa, karena doa yang bepergian sangat
mustajab.
10. Senantiasa menjaga dan melaksanakan segala
kewajiban agama, khususnya shalat.
11. Senantiasa bersabar dan berakhlak dengan akhlak
yang baik.
12. Hendaknya mengerti dan mempelajari hukum Islam
(khususnya masalah amaliah) ibadah yang dilakukan ketika bepergian, seperti
shalat musafir, qashar, jama’ dan lain-lain.
Laporkan iklan?
13. Ketika sampai atau pulang, maka disunnahkan bagi
orang yang habis bepergian melaksanakan shalat sunnah dua rakaat.
14. Disunnahkan bagi orang yang baru dari bepergian
mendatangi keluarganya pada siang hari bukan pada malam hari.
15. Disunnahkan bagi orang yang baru datang dari
bepergian memberikan informasi kepada keluarga atas kedatangannya dengan cara
menelepon atau mengirim surat. [Sumber: Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari/Karya:
Mahdy Saeed Reziq Krezem/Penerbit: Media Da’wah]
Description: Adab Berpakaian, Adab Berhias, Adab Berpergian
Rating: 5
Reviewer: Unknown -
ItemReviewed: Adab Berpakaian, Adab Berhias, Adab Berpergian
0 komentar:
Posting Komentar